Berkarisma dengan Menutup Aib Orang Lain

Sangat menyedihkan ketika menyaksikan kegemaran umat Islam saat ini yang suka membuka aib satu sama lain. Bahkan, perangai buruk ini pun laris di kalangan politikus dan pejabat negara. Mengumbar aib rival adalah salah satu cara untuk menang di kancah dunia politik.
Pengasuh Pesantren Terpadu Insan Cendekia Sumatra Barat, KH Ahmad Maududi Lc MA mengatakan, jika sifat buruk ini menggerogoti umat Islam, bisa dipastikan umat ini akan jatuh pada kehinaan. Ulama yang sering mengupas soal tadzkiyatun nafs (penyucian jiwa) ini berpendapat, kemuliaan umat Islam bukan karena mereka tak lagi melakukan kesalahan. Kemuliaan datang karena Allah SWT menutup aib dan keburukannya. Ketika keburukan tersebut dibukakan Allah, tak ada lagi kemuliaan yang tersisa pada umat tersebut. Berikut petikan wawancara beliau dengan wartawan Republika, Hannan Putra
Zaman sekarang kenapa orang mudah membuka aib orang lain?
Berbuat dosa sekarang ini sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Seperti mengumbar aib sesama Muslim ini. Perbuatan dosa ini dianggap sebagai sesuatu yang enteng dan tak ada kecemasan untuk melakukannya. Karena setiap hari mereka disuguhi media informasi yang tanpa segan mengumbar aib orang lain.
Inilah yang kita khawatirkan. Seperti ungkapan Ibnu Abbas RA, “Apa yang kalian anggap hari ini sesuatu yang ringan dosanya, pada zaman Rasulullah SAW dulu kami para sahabat memandangnya sebagai dosa besar.” Umat Islam terlalu memandang remeh dosa yang dianggap kecil. Padahal para sahabat sangat takut melakukan dosa sekecil apa pun. Itulah yang memuliakan para sahabat dan menghinakan umat saat ini.
Bolehkah aib dijadikan senjata politik?
Pada dasarnya, membuka aib orang lain merupakan perbuatan dosa. Allah SWT mencela perbuatan dosa ini dengan mengibaratkan memakan bangkai seseorang yang telah meninggal (QS Hujurat [49]: 12).
Sungguh suatu yang menyedihkan, jika perbuatan hina seperti ini dijadikan sebagai senjata politik. Bukankah kita berkewajiban memperlihatkan bagaimana cerminan politik Islam yang indah. Berpolitik tidak harus menjatuhkan orang lain, apalagi dengan cara yang buruk.
Saat ini, kepentingan politik sangat beragam dan orientasinya banyak sekali. Ada yang berpolitik untuk kepentingan diri dan kelompoknya jangka pendek. Namun tentu ada pula yang menunggangi politik untuk kemaslahatan umat.
Politikus yang memiliki idealisme Islam yang baik harus memperlihatkan akhlak Islami dalam berpolitik. Merekalah yang patutnya kita jadikan panutan. Dan kita sebagai warga negara, kita juga harus mengedepankan sikap husnuzhan (berbaik sangka). Jangan kita terjebak pula dalam hiruk pikuk tajassus (saling mengumbar aib satu sama lain) dan carut-marutnya politik yang kotor.
Bagaimana tuntunan Islam dalam menutup aib?
Setiap Muslim wajib menutup aib dirinya sendiri dan orang lain. Fitrah manusia adalah malu jika aibnya dilihat orang lain. Orang yang bodoh adalah orang yang membeberkan aibnya sendiri setelah Allah SWT menutupinya. Orang seperti ini susah untuk diampuni Allah kesalahannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat atau menceritakan aibnya).”
Sebagaimana kita menutup rapat aib kita, seperti itu pulalah hendaknya kita menjaga aib saudara kita. Rasulullah SAW dalam sabdanya mengecam orang yang suka mengumbar aib orang lain. “Janganlah kalian mengumpat kaum Muslimin dan janganlah mengintip aib mereka. Siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah SWT akan mengintip aibnya. Siapa yang diintip Allah akan aibnya, Maka Allah akan membuka aibnya meskipun disimpan di lubang kendaraannya.” (HR Tirmidzi).
Bayangkan indahnya Islam menuntun kita untuk saling menjaga satu sama lain. Sedangkan perbuatan tajassus(mengintip, mencari-cari aib orang lain) saja merupakan perbuatan tercela, apalagi menyebarluaskannya agar mempermalukannya di hadapan orang lain.
Apa perbedaan membuka aib dengan pengaduan tindak kejahatan?
Motivasi yang ada dalam diri seseorang tak dapat dibohongi. Jika keburukan orang yang ia sampaikan untuk mempermalukan korban, inilah yang disebut ghibah dan hukumnya haram. Sedangkan orang yang bertujuan mengadukan sebuah kejahatan, atau bertujuan agar publik bisa tahu dan selamat dari kejahatannya, yang seperti ini bukanlah tergolong dalam ghibah.
Kita boleh saja melaporkan aib dan keburukan kepada pihak yang berwajib agar ia mendapatkan sanksi atas kejahatannya. Atau kita mengkritisi secara cerdas dan santun atas kebijakan pemerintah yang dianggap keliru. Hal itu boleh-boleh saja dalam beragama dan bernegara demokrasi. Tapi perlu kita ingat, motivasinya untuk kebaikan.
Sama halnya ketika kita diminta persaksian atas kejahatan seseorang. Kita wajib menjawabnya secara jujur dan terbuka di depan pengadilan. Saat itu, bukan tempatnya menutup aib bagi orang yang didakwa sebagai penjahat. Apalagi, ketika kejahatan orang tersebut bisa membahayakan atau menular kepada masyarakat. Tentu hal ini menjadi wajib hukumnya untuk menyampaikan kebenaran secara jujur.
Apa keutamaan menutup aib, dan apa ancaman bagi yang mengumbarnya?
Dalam hadis disebutkan, “Siapa yang menutup aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim). Kita jangan heran ketika melihat seseorang yang berkarisma seakan-akan tanpa cela. Sebenarnya Allah SWT menutupi aib dan keburukannya. Hal itu bisa dia dapatkan karena perilakunya yang gemar menutupi aib orang lain.
Bayangkan, betapa berwibawanya umat ini jika satu sama lain saling menutupi aib sesama. Tak ada di dunia ini orang yang tak mempunyai cela. Hanya saja, ada orang yang ditutupi Allah SWT aibnya, ada yang dibuka selebar-lebarnya.
Orang yang telah dipermalukan oleh aibnya tak akan mempunyai nilai lagi. Sahabat Nabi, Abu Hurairah RA pernah berkata, “Ke mana pun saya pergi selalu diikuti oleh orang (pelajar yang ingin mengaji hadis darinya). Kalaulah Allah SWT membukakan aib saya, maka tidak akan ada lagi yang mengikuti saya, sekalipun hanya satu orang.” Jadi, berdoalah kepada Allah SWT agar Dia selalu menutupi aib dan keburukan kita. Di samping itu, jadilah pribadi yang amanah dalam menutupi aib dan keburukan saudara kita.
Berhati-hatilah, ketika hati sudah terselip padanya motivasi untuk menyebarkan aib orang lain, apalagi sudah dipengaruhi kepentingan duniawi. Orang yang mengumbar aib orang lain sejatinya ada kebencian dan sifat hasad dalam hatinya. Biasanya, akibat perbuatan ini akan kembali kepada pelakunya.
Orang yang gemar membuka aib orang lain mendapatkan ancaman siksa yang sangat pedih di dunia dan akhirat. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS an-Nuur [24]: 19).
Mengapa godaan menceritakan aib orang lain begitu besar?
Sebenarnya dorongan tersebut akibat memperturutkan hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu cenderung kepada hal-hal yang buruk. Memang tak dimungkiri, bercerita aib dan keburukan orang lain menjadi perkara yang mengasyikkan bagi sebagian orang. Hal ini juga didukung media informasi yang gemar mengumbar aib. Seperti pameo dalam dunia jurnalis sendiri ada yang mengatakan, bad news is a good news.
Mereka merasakan, ada kepuasan tersendiri ketika seseorang mendapat keburukan. Inilah perangai orang jahiliyah, yaitu “Senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang.” Ini semua adalah bisikan dari setan yang harus disadari umat Islam. Dalam Alquran memang dijelaskan, serangan setan dengan membisikkan sifat hasad, was-was, dan motivasi negatif kepada hati manusia.
Berlindunglah kepada Allah dari godaan-godaan dan bisikan setan semacam ini. Ingatlah, semakin banyak seseorang membuka aib orang lain, tentu akan semakin banyak pula aib dirinya akan dibukakan oleh Allah SWT. Sedangkan, Allah SWT Maha Mengetahui apa yang kita perbuat.

0 comments:

Copyright © 2013 Kreatifitas Menulis